April pertama ketika aku buta

Kala senja tiba, mataku menjadi kabur. Aku pikir, ini yang namanya rabun senja. Tapi tak pernah aku periksakan ke Dokter. Karena aku tak begitu percaya dengan ucapan dokter. Mereka kerap mengada-ngada dan berfatwa sesuka hatinya saja. Mungkin fatwa mengada-ada ini ada hubungannya dengan keadaan ekonomi. Apa sebab? Begini. Ketika dokter mendiagnosis bahwa sakitmu parah dan bertambah parah, maka kau akan membayar upah lebih pada dokter tersebut. Tak hanya itu saja, dokter akan menyuruhmu menginap di rumah sakit dan menyuntikkan jarum infus. Otomatis, uangmu semakin terkuras. Padahal sebenarnya, sakitmu hanya sakit biasa dan bisa diobati memakai obat-obatan tradisional seperti meminum air hangat, meramu daun-daunan, akar-akaran dan buah-buahan. Begitulah menurutku, karena aku pernah mengalaminya di rumah sakit ternama Jakarta saat pura-pura sakit kepala.

Cerita tentang buta, aku pernah mengalaminya meski hanya 10 detik saja. Tapi 10 detik tersebut cukup membuat hatiku mencelos, lemas, dan jantung berdegup hebat. Sungguh amat takut!
“Aku buta..!” Begitu kalimat pertama yang aku ucap ketika segalanya menjadi gelap. Kebutaan itu aku rasakan setelah sholat maghrib di kamar. Awalnya aku hanya menggosok-gosok mata. Kemudian kurasakan gelap seketika. Aku tak bisa melihat benda apapun. Saat itu kupikir, mataku menghilang atau masuk semakin dalam akibat digosok-gosok. Rupanya, PLN lah biang keladinya. Listrik mati tepat setelah aku selesai menggosok-gosok mata. Hitungan sepuluh detik, listrik kembali menyala. Aku langsung sujud, mengucap syukur pada Allah karena ternyata aku tidak (jadi) buta.

Tampaknya selama ini aku sangat sibuk menyusun pinta dalam bait doa hingga lupa menghitung karunia. Hingga barangkali Allah titipkan peringatan lewat listrik mati, membuat 10 detik aku buta. Supaya aku lebih menyadari, bahwa rezeki dan karunia yang Ia beri tak pernah putus dan terhenti. Agar aku semakin memahami, bahwa aku tidak ‘miskin’ meski tak sekaya Aburizal Bakrie. Supaya aku semakin mengerti, meski pinta belum di izabahNya, tapi tekad, semangat, impian dan harapan, harus tetap berada di depan.

3 pemikiran pada “April pertama ketika aku buta

Tinggalkan komentar