‘ting’ Signal XL Pun Menghilang

Persis akhir February (29 Feb 2016), signal XL pada BlackBerry saya bermasalah. Tadinya berfungsi sebagaimana mestinya, tiba-tiba smartphone tipe curve 9320 tersebut hanya dapat berkirim sms dan telpon menelpon, sementara saya harus jeda dari chit n chat serta bergoogling ria.

Siapa yang tak kesal dengan keadaan demikian? Apalagi saya harus menghandle beberapa orderan yang masuk ke olshop Dynamic Square, di mana semua buyer minta diproses hari itu juga.

Selain politisi, fashion stylist dan writer, saya ini juga pemilik DynamicSquare, suatu olshop dengan tipe menomorsatukan pembeli. Saya gerah dikomplain soal akurasi, tak suka dicecar pertanyaan tentang ketepatan: kapan barang sampai tujuan. Saya selalu ingin bekerja secara profesional.

Dalam berbisnis, motto saya adalah: sesuatu yang elegan dan berkualitas tentu harganya mahal. Tapi yang mahal belum tentu baik, elegan dan berkualitas. Itu sebabnya saya selalu mencari produk berkualitas dengan harga sepantar. Akan tetapi saya juga menyediakan barang-barang layak pakai dengan harga setara.

Sedangkan untuk ketepatan atau estimasi atau waktu sampai, saya berusaha bekerja sama dengan pihak ekspedisi yang mengutamakan pelayananan.

Namun, setelah berkutat menjaga 2 hal paling riskan tadi, saya masih harus dihadapkan dengan masalah SIGNAL.

Kronologis kejadiannya Senin pukul 6.30 pagi. Berhubung paket XL bulanan saya sudah habis dan terhenti, maka saya mendaftarkannya pada paket harian seharga 2500 perak. Sms notifikasi masuk saat itu juga, bahwa paket data harian telah aktif dan bisa digunakan. BB langsung saya turn off, satu menit kemudian saya nyalakan.

Eh tetapi, tulisan edge di layar kanan yang biasanya capital masih berbentuk huruf kecil. Lalu BB saya ulangi seperti cara di awal, matikan dan nyalakan.

Alih-alih berfungsi, BB saya bergeming, tetap memilih edge, bukan EDGE.

Apalah keistimewaan smartphone jika tak disupport oleh paket internet? Mereka akan serupa Adam tanpa Hawa atau Rangga tanpa Indra atau Henni tanpa Sissy.

Manusia memang akan diuji Tuhan dengan segala macam perkara. Tapi barangkali Tuhan lebih senang menguji saya, termasuklah perkara remah-remah ini. Ya salaamm…

Entahlah… Yang pasti setelah saya cek pukul 5.30 petang, paket internet BB masih tidak berfungsi. Tapi notifikasi yang berisi himbauan perpanjangan paket kembali menghiasi kotak pesan masuk. Akhirnya saya merepet sendiri hingga kemudian memutuskan menghubungi XL operator.

Suara lelaki di seberang sana menyahut lembut. Sembari deg-degan saya mengadukan segalanya. Maklum saja, saya jones (jomblo ngenes) sejak bila-bila. Karena itu meluahkan perasaan terhadap lelaki membuat jantung saya berdegup kencang, hadir gemetar di sisi kiri dan kanan. Sedikit lebay memang. Tapi begitulah efek tak punya kekasih, akibat terlalu lama sendiri hingga tak dapat lagi membedakan antara getar cinta atau getar emosi.

“Kami sedang berusaha memperbaiki jaringan XL di kota ibu. Mohon kesediaannya untuk menunggu…”

Begitu jawaban standar dari seluruh operator apapun jenis providernya. Tentunya perusahaan provider telah menyiapkan jawaban tekstual yang nantinya akan disampaikan oleh operator kepada konsumen. Tapi saya terus meracau pada operator di ujung telpon, seolah-olah tengah berhadapan dengan kekasih yang kerap ingkar janji.

Meski demikian, lelaki operator tetap sabar mendengar saya menyerocos sejak doi mengucap halo pertama. Tetap tabah menunggu omelan saya jeda untuk dapat kesempatan bicara. Kelebihan operator macam itu yang membuat saya susah marah, hingga akhirnya diam dan mengelus dada. Ahh, rasanya saya ingin memacari lelaki operator. I mean, lelaki sesabar itu.

Saya memiliki level kesabaran yang sangat sedikit. Wallahi saya kesal bukan kepalang. Paket internet harian tak bisa saya nikmati. Meski 2500 rupiah seharga sebungkus mie instan, akan tetapi sebagai pelanggan setia XL saya dirugikan. Untunglah sedikit terobati karena lelaki operator tadi melayani saya dengan baik.

Jelang pukul 10.30 malam, saat sebagian manusia mengistirahatkan jiwa dan pikiran, sinyal XL saya kembali normal. Dari edge kecil menjadi EDGE kapital. Lalu, siapa lagi yang berminat ngobrol di tengah malam?

Hal tersebut sudah saya duga sebelumnya. Itu sebab sejak menelpon kali kedua dan diberi jawaban yang sama, saya pun hopeless alias pasrah sepasrah-pasrahnya.

Meski demikian kegelisahan tak mampu terelakkan. Saya belajar sabar. Saya mencoba calm down. Saya berusaha memahami bahwa tak semua hal yang kita ingini, akan senantiasa terpenuhi.

Walhasil saya tertidur dengan sedikit hati damai diselingi kesal yang tak jua hilang.